Sihiteezra's Weblog

Love the Life You Live&Live the Life You Love

Archive for August 2008

Jembatan Sarinah

leave a comment »

 

Langkahku terkadang terburu-buru, namun tidak selalu begitu. Saat tak harus berlomba dengan waktu atau tiada yang menunggu, kutapakkan langkahku satu per satu, tenang tak ada yang memaksaku melelahkan diri. Udara panas setiap siang harus kocoba nikmati, sinar matahari yang terasa kejam tak membuatku meringkung dan berteduh. Ini duniaku, tak ingin aku menciut hanya karena sedikit kesakitan.

 

Jembatan besi itu media lalulalang. Bukan sebuha perhentian. Orang turun naik dan bunyi langkah kali yang terbalut alas kaki hampir tak pernah berhenti apalagi saat sore dan pagi hari. Tapi berbeda bagi para pedagang jalanan. Mereka akan nongkrong di atas dan di bawah jembatan dari siang bahkan dari pagi hingga malam.

 

Mereka berdagang kue-kue, asongan, stroberi dan keripik balado. Beerjam-jam  menunggui dagangan berharap orang-orang yang lewat akan tertarik pada dagangan yang dipajang di kotak, keranjang atau tong-tong kecil.

 

Apa yang membuat mereka tetap bertahan? Barangkali setiap hari, dagangan itu bertuah sekalipun tidak sebanyak yang diharapkan. Yang pasti mereka tetap bertahan dan tak mencari tempat berdagang yang baru. Sesekali mungkin aku patut mencoba, meskipun harus bergulat dengan pikiran yang mengatasnamakan kebersihan bahkan kehigienisan.

 

Keripik balado. Ini menjadi jajanan yang kubeli  untuk pertama kali dan belum tahu apakah akan menjadi yang terakhir di jembatan Sarinah. Saat kudekati, pedagangnya tampak begitu senang, hingga rasanya aku ingin membeli lebih dari satu. Tapi tak apalah, percobaan saja dulu, lain kali masih ada kesempatan. Rasa keripik baladonya lumayan. Tidak ada penyesalan membelinya, namun yang paling memberi kesan bukan bentuk keripik yang menarik maupun rasanya.

 

Semangat dan senyum senang pedagang di jembatan itu membuatku juga merasa senang. Beberapa ribu pasti sangat berarti bagi mereka. Inilah jawabannya, saat aku membeli keripik balado sore ini mungkin tidak akan menjadi waktu terakhirku membeli dagangan di jembatan Sarinah.

 

 

 

 

Written by Miss Cha

August 28, 2008 at 12:42 pm

Posted in Uncategorized

Geluduk, Engkau Pertanda

leave a comment »

 

Senangnya hari ini, akhirnya awan-awan mendung mulai menunjukkan diri di tengah cuaca dingin yang mengerutkan kulit dan merangsang rambut-rambut di tengkuk tertidur melindungi daging yang ditutupi jaringan lembut berwarna kuning kecoklatan di permukaannya.

 

Cukup lama kau kunantikan. Biasanya pada saat yang lalu engkau hadir tidak pernah terlambat, namun saat ini, meskipun engkau terlambat, aku bahagia hanya dengan mendengar gelegarmu dan titik-titik airmu yang kemudian jatuh, satu per satu dan semakin deras ke bumi tanah airku.

 

Berapa lama engkau akan bertahan. Jangan pergi cepat-cepat. Jangan pula dating bersama badai. Deraslah engkau menderu, tapi lindungi kami dari celaka. Saat engkau berhenti, kutunggu angin dingin sepoi-sepoi, yang mendinginkan pikiranku yang terasa panas dan hatiku yang rasanya gerah. Tinggal sementara tapi jangan pergi segera.

 

Aku tak akan membela diri bila pernah membuatmu sedih. Pasti kaumku juga yang membuatmu tak bergairah mengunjungi buana ini. Sekalipun engkau pernah tersiksa, relakah kau tak mendendam. Sebuah impian menyadarkan persona-persona ini bahwa dia tak berwajah dirinya sendiri tapi alam dan lingkungan yang juga gambaran dari realita kehidupan yang sebenarnya.

 

Hujan, senandungmu makin keras di luar. Aku tak ingin pergi ke luar hari ini, ku nikmati suasana yang tidak lagi sering kudapatkan. Secangkir teh hangat akan menemaniku kali ini dengan sedikit gula menceriakan girangku yang susah terluap akibat kebekuan.

 

Lagu yang kudengar hari ini lebih indah dari biasanya. Menjelang malam sepertinya aku ingin mengulur waktu jadi tak cepat berlalu. Sungguh, dalam tulisan, kuungkapkan senyum dari sebuah pertanda. Ini bukan hal biasa, tapi tak demikian bagiku. Bukankah para petani sedang mennatikannya, saat air kehidupan bagi padi-padi itu telah dikucurkan.

 

Hawa panas, engkau pembawa kekeringan saat dibiarkan terlalu lama. Daun-daun menguning, semakin coklat tapi tak menunggu untuk tumbuh kembali. Akarnya mati, dahaga tak terkira. Mungkin salah kami, membuatmu panas terlalu betah sehingga keramahanmu hilang dengan dominasi yang merusak.

 

Semua akan kembali seperti semula, seimbang, harmonis dan teratur. Esensi dan estetikamu terpancar dari keseimbangan itu. Tidak berat sebelah dan tidak memaksa yang berdampak menyakiti. Siapa yang mau terputus rantai keputusannya, siapa yang tak ingin mempertahankan keberlangsungan. Wahai dikau yang tak pernah peduli, sejenak nikmati hari ini. Terlalu indah untuk dirusak dengan pertaruhan keping-keping materimu yang justru akan membawamu binasa.

Written by Miss Cha

August 28, 2008 at 12:38 pm

Posted in Uncategorized

Dimana Pejuang, Penentang, Penolong

leave a comment »

Dimana Pejuang, Penentang, Penolong

 

Siapakah pejuang, yang rela berkorban, menahan sakit dan pahit dari semua hal yang dijerih payahkan. Siapakah penentang? Penentang kezaliman, perindu kebajikan, pecinta keindahan, peraga kebenaran. Siapakah penolong? Yang sadar saat situasi membutuhkan, tidak menunggu panggilan, siap menopang meski beban terasa makin sarat dan sempurna berat.

 

Tidak mudah menemukan pejuang saat tak ada semangat yang tertinggal. Apalagi mencari penantang saat terjepit, terhimpit, suara dibungkam dan tubuh tersakiti seakan pembuluh darah pecah dan mengalirkan zat merah kehidupan itu. Tak tahu siapa yang akan menjadi penolong tatkala semua orang merasa diri paling malang dan hanya layak diberi tanpa memberi.

 

Pejuang selayaknya bukan hanya ada di masa lalu. Saat keberanian begitu berkobar-kobar, ketika ketakutan tak punya nyali. Malangkah dunia ini tanpa adanya sang pejuang. Bagaikan ruang yang diisi kelembekan, tak tahan uji, layu hanya karena serpihan debu dan angin sepoi. Bagaimana pula saat topan datang, akan mati sebelum berjuang.

 

Penentang selalu diperlukaan, saat kesalahan mulai menjejali dan kekerasan sudah memonopoli. Tak akan ada harmoni tanpa penentang para pemberang, tak ada cerita ketika tiada kedinamisan bahkan kemonotonan pada hal yang tidak seharusnya.

 

Jangan tanyakan apa yang tidak seharusnya itu. Aku yakin  kau mengerti dalam nuranimu. Saat batin berbicara, diam sejenak dan hentikan riuh mesin-mesin disekitarmu. Tidak semua hal terukurkan, namun dirimu yakin keberadaannya dan mempengaruhimu dengan seksama. Tak salah kalau kau tak dapat menuliskan baris definisniya sekalipun di dunia yang hanya mengakui keotentikan.

 

Penolong, sudahkah tanganmu tak mau terulur kali ini, ketika bantuanmu dibutuhkan, tak juga kunjung dating. Mungkinkah zaman kontemporer ini menahanmu untuk berbuat. Barangkali engkau sudah bosan untuk bertindak. Jangan salah, penolong , kehadiranmu didamba. Kemunculan yang tak terduga akan menjadi kejutan yang luar biasa. Bukan sekadar terimakasih namun tangis haru tanpa air mata.

 

Pejuang, Penentang kezaliman, penolong, tetapkan eksistensimu yang tak terkikis. Pejuang tunjukkan jati dirimu, penentang kezaliman, beranikan suaramu lantang melawan ketidakbenaran. Penolong jangan diam sampai ada kata terlambat. Jadilah pencinta, yang mencintai perjuanganmu, mencintai tantanganmu dan menyukai belasmu.

 

Written by Miss Cha

August 21, 2008 at 11:05 am

Posted in Uncategorized

Courage to Remember

leave a comment »

 

 

 

Courage to Remember

 

 

Right now, no need to tell about forgetting. Before, do not teach me to think what  i feel. Tomorrow never hesitate my decision.  I’m sure about it and there is no fear if it fails. It’s time to stop, no things to be answered. I guess you know the reasons, I’m sure it will be happened perfectly. More speech appreciated, more I understand the truth. You know that i heard every whisper in my ears or even sound in my sleep, often tender, sometimes hard.

 

Every human being has stories, about happiness, sadness, smile, crying even dying. Just sitting a moment, let your heart tell you, and wait your thought occupies. May be it will be stronger than thunder in the rain outside, perhaps it will be more disturbable than the most interesting curiosity. I know, not just me and I’m not alone.

 

I pass my time without telling anything . I walk on my way without writing. You know it’s not only the matter of fingers . I just don’t want if my feeling visits me, that kind of feeling, that is unsolved, hided and betrayed.

 

Today, I praise my courage to find word by word that hangs around my mind. Don’t you know that’s one of the best step to describe my reality. Or may be you don’t remember that writing has helped you along. Be honest, love all those words more than you can love somebody. Those will never leave you or disappoint you. Treat it in special way and invent all the inspirations behind those word flowers.

 

Sometimes i’m ashamed by this description. Oh Words you know more than I do. If only you have a voice, but you give me that duty. It’s so heavy, but what can I do. Do not blame me if i stay with silentness. Moreover I even can’t think about it like stopped clock, stay in the same circle but freeze to move. It’s dangerous to my mind.

 

Ronan said ‘ you said it best, when you say nothing at all’ but I think no words, no change appears. Everyone’s different one another. My feeling has coup d’etat on me,  I wait till my struggle comes. But still ignorance exists, that doesn’t  even bring a little bit of meaning. My speech, my heart, my thought, i want to keep this but no refusing to say it later. You know what i mean, be patient to wait my perfect courage. I am brave enough for this time, would you agree with that?

Written by Miss Cha

August 20, 2008 at 11:43 am

Posted in Uncategorized

Diam Kau Menarik

leave a comment »

Nyatanya tak seperti yang kukira. Saat kau tak bicara apa-apa. Ketika hanya matamu yang menatap, bukan sekadar romantisme kerdil yang membuatku kecil. Sejenak aku muak tanpa kata. Keterusterangan menjadi impian, bukan hanya gurauan atau berita yang bukan-bukan. ung.

Jangan pernah datang. Aku tak mau terkurung, bingung dan luntang-lantung. Kasihan engkau jiwaku, berhenti di pelabuhan saat kapal tak merapat juga untuk menjemputmu. Mungkin kau harus kembali dan datangi dermaga ini esok hari. Tak apa menunggu dengan ketidaksabaran dibanding terburu tanpa tujuan.

Kini ada yang tak diam, sementara hatiku beranjak mulai mengenal. Tak pelak lagi, dia bukan impian. Meski tanpa tatap muka, kosong kerinduan juga. Kau kurindukan sang Diam. Kebisuanmu membuatku tak sabar. Sekalipun ketertutupanmu membuatku menangis. Nyatanya imaji kehadiranmu ku ingin tak menipis.  Andai kau dapat bicara, jika kau dapat bercerita, mungkin kau mampu meracau. Katakanlah, biarkan aku menilaimu. Aku menanti saat kubuktikan kesempurnaanmu itu dalam hatiku.

Written by Miss Cha

August 15, 2008 at 9:12 am

Posted in Uncategorized

My Words

leave a comment »

cha-6.jpg

I just want to say that no matter what i’ll try to write what i believe and what i want to tell. Even it’s not easy to find the words and to make it as a good passage. Just like now, i feel tired and nothing in my head. But still my lips try to describe smoothly and tenderly, still my thought waits patienly till i find my best word to start. Hard day, perhaps i don’t do many things but… it’s more complicated than i thought before.

Written by Miss Cha

August 15, 2008 at 7:47 am

Posted in Uncategorized